A.
Sejarah
Berdirinya Pondok Pesantren Ashhabul Yamin
1.
Latar Belakang
Sektor
pendidikan merupakan salah satu solusi terbaik untuk mengeluarkan bangsa ini
dari keterpurukan, khususnya keterpurukan akibat terjadinya krisis moral,
krisis kepercayaan dan krisis ekonomi.
Sudah
menjadi kesadaran bersama dari seluruh elemen bangsa, bahwa dampak dari
pendidikan yang baik berimplikasi luas terhadap sektor
kehidupan lain, seperti politik, ekonomi, sosial
budaya, keamanan dan sebagainya. Oleh sebab itu sudah selayaknya pembangunan
dan pengembangan di bidang pendidikan mendapat porsi yang memadai dalam rencana
pembangunan Indonesia di masa yang akan datang.
Pentingnya
arti pendidikan itulah yang menjadi motivasi didirikannya
Pondok Pesantren Ashhabul Yamin Lasi yang berada di bawah naungan Yayasan
Ashhabul Yamin, yang mencoba memberikan alternatif konsep pendidikan bagi
masyarakat Sumatera Barat umumnya dan Kabupaten Agam khususnya, melalui sebuah
lembaga pendidikan yang memadukan konsep pendidikan moderen dengan konsep pendidikan
klasikal halaqah yang sarat dengan nilai-nilai islam pada setiap aspek.
2. Sejarah
berdirinya Pondok Pesantren Ashhabul Yamin
Nagari Lasi
terletak di sebelah utara lereng gunung Merapi, Kecamatan canduang, Kabupaten
agam, dan membawahi tiga jorong, yaitu jorong Lasi Tuo, jorong Lasi Mudo dan
jorong Pasanehan, yang mana pada era 90an ketiga jorong tersebut di pimpin oleh
seorang Kepala Desa. Jorong Lasi Tuo waktu itu masih menganut system
pemerintahan Desa dan merupakan sebuah desa dengan presentase kemiskinan yang
tinggi, disamping tingkat pendidikan dan taraf kesejahteraan penduduk yang
masih sangat rendah. Hal ini diperparah oleh rendahnya animo sebagian besar
masyarakat terhadap pendidikan, disamping kesulitan ekonomi sebagian besar
masyarakatnya yang tidak mampu menyandang biaya pendidikan anak-anak mereka ke
jenjang yang lebih tinggi, sehingga secara kultural, masyarakat Lasi tuo
bukanlah tipikal masyarakat berbudaya pendidikan dan berfikiran maju, hanya
sebagian kecil masyarakat yang memiliki taraf kesejahteraan memadai yang mampu
untuk melanjutkan pendidikan anak-anak mereka ke jenjang yang lebih tinggi.
Kebanyakan
dari putra-putri Masyarakat Lasi Tuo hanya mampu menamatkan pendidikan dasar.
Minimnya taraf pendidikan di Lasi Tuo beserta seluruh sarana pendukungnya,
menyebabkan mandegnya perkembangan sebuah generasi. Hal ini sangat disadari
betul oleh beberapa orang tokoh masyarakat di Lasi Tuo sebagai sebuah masalah
besar yang berpotensi memicu beberapa hal di masa depan, seperti dekadensi
moral dan spiritual. Pendidikan di masa itu belum cukup mampu menjadi spirit
bagi mayoritas masyarakat untuk merubah generasi selanjutnya ke arah yang lebih
baik.
Berawal
dari usulan salah seorang tokoh masyarakat Lasi Tuo Bapak Malin Daro kepada
Buya H. Zamzami Yunus, seorang Ulama kondang yang juga salah seorang tokoh
pendidikan dan pernah mengajar di beberapa pondok pesantren di sumbar, Usulan
tersebut berupa kesediaan Bapak Malin Daro tersebut mawakafkan tanahnya yang
terletak di jantung Dusun Lasi Tuo, untuk mendirikan sebuah lembaga pendidikan
agama bagi masyarakat Lasi. Kegelisahan itu pun bersambut. Buya H. Zamzami
Yunus yang telah cukup lama memendam ide dan cita-cita untuk mendirikan sebuah
lembaga pendidikan di kampung halamannya akhirnya menemukan kesempatan itu.
Pada
hari Kamis, bulan Zulhijah 1992, Buya H. Zamzami Yunus membawa usulan
tersebut kepada beberapa orang tokoh masyarakat Lasi tuo, diantaranya: Ibnu
Hajar rajo Mangkuto, Amsuar Sutan Mangkuto, Muslim Bandaro Basa dan Absar
Khatib Bagindo. Dari pertemuan tersebut dicapailah sebuah persetujuan dan
kesepakatan untuk mendirikan sebuah lembaga pendidikan agama di Lasi Tuo.
Setelah kesepakatan itu lahir, maka beberapa orang tokoh ini mulai melakukan
penjajakan terhadap beberapa bidang tanah masyarakat di sekitar tanah yang akan
diwakafkan bapak Malin Daro tersebut. Pemilik tanah itu adalah Mansur Sutan
Menan, Dt. Rajo Agam, dan H. Muhammmad jamil. Akhirnya beberapa orang pemilik
tanah terketuk hatinya untuk mewujdkan cita-cita mulia ini. Pada Bulan
yang sama, beberapa pemilik tanah mewakafkan tanah mereka dan membubuhkan
pernyataan wakaf tersebut di atas materai.
Pada
Bulan yang sama, Buya H. Zamzami Yunus menemui Kepala Desa Lasi Tuo, pada waktu
itu dijabat oleh Bapak Hamdani Sutan Sipado, untuk membicarakan rencana
tersebut. Kepala Desa mendukung rencana tersebut dan menyarankan agar Buya H.
Zamzami dan kawan-kawan mengundang seluruh masyarakat Lasi Tuo untuk
memusyawarahkan usulan tersebut. Pertemuan itu berlangsung pada hari Selasa,
Zulhidjah 1992 bertempat di mesjid Nurul Ukhwah Lasi Tuo. Maka berdasarkan
hasil Musyawarah, dibentuklah sebuah yayasan pendidikan yang diberi nama
Yayasan Ashhabul Yamin yang diketuai oleh Bapak Suardi Mahmud Bandaro Putiah
yang terpilih secara aklamasi pada rapat tersebut. Keesokan harinya (Rabu,
Zulhidjah 1992) Yayasan tersebut didaftarkan di kantor Notaris, Atrino
Leswara SH, dengan dikeluarkannya Akta yayasan dengan nomor: …………………………
Tidak
beberapa lama, Ketua yayasan memberikan SK kepada Buya H. Zamzami Yunus untuk memimipin
lembaga pendidikan yang diberi nama Pondok pesantren Ashhabul Yamin dan diurus
pula oleh yayasan, izin pemakaian gedung Rumah Dinas guru yang terletak di
medan Lasi Tuo yang berbatasan dengan tanah yang diwakafkan masyarakat, kepada
instansi terkait.
Penerimaan
perdana Santri baru dilaksanakan pada tanggal 02 Agustus 1992. Sebanyak 19
murid baru mulai melaksanakan proses belajar mengajar di bulan Agustus tersebut
setelah sebelumnya Buya H. Zamzami Yunus merekrut beberapa orang tenaga
pengajar. Diantaranya Buya H. Zamzami Yunus sendiri, Ust. Marzuk Malin Kayo,
Ust. Syafrizal Khatib Mangkuto, Ust. Ahmad Dardir Pakiah Bandaro dan seorang
tenaga tata usaha asal Palembayan, Ernawati (Almh.)
Sistim
pendidikan yang dianut waktu itu adalah sisitim pendidikan salafiah atau Halaqah
yang mana kurikulum yang dipakai hanya terbatas pada kurikulum Pondok,
dengan hanya memepelajjari dan mendalami ilmu-ilmu agama seperti Nahu, Sharaf,
Fiqh, Tafsir, Hadits, Tauhid, Tashauf dan lain-lain. Dengan memenfaatkan Gedung
Rumah Dinas guru yang sudah tidak terpakai, yang terdiri dari 3 ruangan kecil
dengan penyekat semi permanen, proses belajar mengajar tersebut akhirnya
terlaksana sebagai cikal bakal berdiri dan berkembangnya Pondok Pesantren
Ashhabul Yamin sekarang.
Perkembangan
proses belajar mengajar dengan segala dinamikanya di tahun-tahun pertama
berdirinya Ponpes Ashhabul Yamin, berlangsung dengan sangat memprihatinkan.
Para santri belajar dalam ruangan sederhana dengan alat peraga seadanya. Uang
SPP yang dipungut dari santri hanya sanggup untuk memebeli kapur dan
kelengkapan administrasi Pondok. Para tenaga pengajar digaji secara swadaya
oleh masyarakat dengan pendapatan yang jauh dari memadai. Apabila masyarakat
mempunyai kelebihan harta berupa infaq, Zakat ataupun Shadaqah, masyarakat menyalurkannya
kepada pihak pengelola Pondok Pesantren. Infaq, zakat dan shadaqah masyarakat
inilah yang dipakai oleh Pimpinan Pondok Pesantren sebagai insentif bagi majlis
guru pada tahun-tahun sulit tersebut.
Dari
pendapatan yang tidak seberapa dan tidak tetap serta fasilitas pendudukung
pendidikan yang seadanya, Pondok Pesantren Ashhabul Yamin menggeliat bangkit
dan mulai menengembangkan sayapnya untuk sebuah tujuan mulia, yakni menciptakan
para Waratsatul Anbiya sebagai obor penerang di tengah gulita kehidupan
masyarakat.
Comments
Post a Comment